Mengenal kerajaan siantar
A. Sejarah Singakat Kerajaan Siantar.
Menurut sejarah dan cerita rakyat/legenda mengungkapkan bahwa dizaman dahulu berdidri suatu kerajaan yang bernama kerajaan Nagur, sekitar tahun 500-1300 yang mempunyai wilayah kerajaan atau kekuasaan di wilayah pantai Timur Pulau Sumatera Utara sampai kepedalaman. Sebelah utara berbatasan dengan Aceh di Besitang, sebelah timur brbatasan dengan sungai Siak Seri Indrappura, sebelah Timur laut berbatasan dengan selat malaka, sebelah selatan berbatasan dengan Tapanuli, dan sebelah berat berbatasan dengan Tanah Karo.
Sejrah kerajaan Nagur ini terlihat pada beberapa ungkapan dan penelitian para sejarawan anatara lain menyebutkan :
1. Marcopolo pengembara dari Venesia ke tiongkok, kira-kira tahun 1260-1269 M, menyebutkan namu satu kerajaan yang diketahuinya berada di pulau Sumatera bagian Timur adalah, kerajaan Nagore/Nakuere.
2. Buzurung bin syahriar dari Persi akhir abadke X Masehi, dalam catatan penelitiannnya tertulis menybut negeri Nakus.
3. Ferdinan Menzes Pinto dari portugis pada tahun 1530 M, mencatat dalam bukunya adalah kerajaan Nagur pada abad ke XII dipimpin seorang raja nama Soritilu , mempunyai banayk Bandar/ pelabuhan sebgai pertahanan di sekitar pantai Timur Sumatera. Pernah mengalami pertempuran yang serudengan Juang Tiongkok diperairan selat Malaka sekitar pantai timur Sumatera.[1]
Selama kejayaan kerajaan Nigur dalam sejarah tercapainya kesatuan ukum adat , baik dalam penataan susunan masyarakat maupun jenis kebudayaan yang berlaku diwilayah suku simalungun. Demikian juga pemimpin-pemimpin wilyah yang disebut Pertuanaon dan Parbapaon memegang kekuasaan di wilayah, diduki oleh sanak keluarga dalam suku simalungun “Tolu Sahundulan Lima Saudaran”. Dan dasar ini lah sebagai garisan, pedoaman dalam mengatur serta menata kehidupan hingga melembaga yang disebut dengan “Harungan Bolon”. Artinya ; wadah masyarakat Simalungun untuk musyawarah dan mufakat.
Kemudia setelah permintaan kerajaan Nagur berekhir dengan melalui perubahan-perubahan kareana muncul expansi dari luar mempengaruhi situasi sehingga kerajaan-kerajaan akhirnya berdiri sendiri di bawah pengaruh kerajaan Singosari yamg kemudian dibubarkan oleh kerajaan majapahit.
Bubarnya kerajaan silau karena digempur kerajaan Mojopahit Maha Patih Gajah Mada, maka wilayah bekas kerajaan Nagur. HKerajaan-kerajaan setempat sebagai penguasa di bawah pengaruh di kerajaan Silau terlepas berdiri sendiri. Pada situasi seperti inilah masuk pengaruh Aceh yang berusaha untuk menaklukkan wilayah pedalaman. Di perairan selat Malaka terjadi rebut-rebutan antara kerajaan majapahit dengan kesultanan Haru/Barumun dan kesultanan Aceh, berahir dengan datangnya portugis, Spanyol, Inggrs dan lain-lain. Khusus kerajaan Silau untuk menghadapai kesultanan Aceh, wilayah kekuasaan tahap demi tahap wilayah diserobot dari Besitang /Bah Sihilang, Bangun Purba sampai ke Tanjung Merawa terus kewilyah Dolok masihul . Demikian kekacaua dan pergolakan dari berbagai wilayah yang akahirnya membawa penderitaan bagi rakyat, apalagi dikaitkan setelah masuk colonial Belanda dalam menjalankan misi penjajahannya.
Pada tahun 1500 masehi masyarakat simalungun yang pernah merasakan kebebasan dan kepribadian bangsa pada waktu kejayaan kerajaan Nagur yang sudah lenyap itu sadar kembali ingin berssatu dengan peradaban dan kebudayaan simalungun semasih kerajaan Nagur Berjaya.
Untuk mengatasi pergolakan yang muncul yang berakibat penderitaan yang berlarut-larut kepada rakyat. Raja-raja yang sudah menydari situasi yang telah berpecah belah ,lalu berusaha mengakhiri keadaan. Dari raja-raja yang sudah benyak bilangannya itu hanya empat raja memilki kesadaran tinggi, maka terjadilah musyawarah besar yang disebut dengan “harungguan balon” atas nama empat Kerajaan yang disebut “Raja Maroppat” atau raja yang empat, yaitu :
1. Kerajaan Dolok Silau.
2. Kerajaan Panei
3. Kerajaan Siantar
4. Kerajaan Tanah Jawa.[2]
Keempat kerajaan diatas masing-masing berdri sendiri selama kurang 400 tahun atau dari abad XV-XIX. Namun walaupun berdiri sendiri, mereka tetap bersatu, bertekat bulat untuk menegakkan, dan mempertahankan harga diri kepribadian bangsa, yang terwujud dalam peradaban dan kebudayaan simalungun.
Dengan berdasarkan kekuatan yang ada lalu mereka bersatu untuk mempertahankan wilayah dalam satu kmando pertahanan menghadapi expansi dari luar dan rongrogan dari dalam.
Untuk mencegah timbulnya perselisahan dibidang perbatasan , maka dengan mufakat dalam harungguan Balon ditetapkan wilayah masing-masing kerajaan yaitu. :
1. Kerajaa Dolok Silau marga Purba tambak dengan wilayah dibagian utara pantai Timur Sumatera sampai pegunugan kelaut Tawar sekitar daerah Tongging. Haranggaol.
2. Kerajaan Panei marga Purba Sidasua dengan wilayah bagian pedalaman sampai ke pegunungan simanuk-manukterus kelaut Tawar sekitar daerah Salbe Tigaras.
3. Kerajaan Siantar Marga Damanik Bariba dengan wilayah bagian tengah dari Pantai Timur Sumatera sampai pegunungan simanuk-manuk terus laut tawar sekitar daerah Tambun Rae Sipolha, Wilayah bagian timur pesisir pantai yang diserobot colonial Belanda masuk kepada kesultanan Asahan.
4. Kerajaan Tanah Jawa marga Sinaga dengan Wilayah bagian hilir pantai Timur Sumatera samapi ke pegunungan Simanuk-manuk terus kelaut tawar sekitar daerah Panahatan perapat.[3]
Pada akhir abad ke XIX wilayah Simalungun yang dipimpin Raja Maroppat mendekati kehancuran. Celah dibina oleh kolonial Belanda yang bernafsu ingin segera menaklukan wilyah Simalungun. Politik Devide Et Impra Berhasil menghancurkan mental rakyat simalungun, bahkan selama 50 tahun colonial Belanda berusaha memecah belah persahabatan yang telah dibina oleh Raja Maroppat. Munculnya perang saudara yang ditimbulkan oleh politik pecah belah itu, lalu pemerintah Belanda mengambil kesempatan untuk memulai memilih korban-korbannya. Raja-raja simalungun yang tergabungdalam Raja Maroppat berusaha dengan sedaya mampu untuk mempertahankan Wilayah simalungun bebas dari genggaman colonial Belanda.
Berhasilnya pemerintah Belanda mengasingkan raja Sang naualuh Damanik dari arena perjuangan, ditangkap dan ditahan kemudian dinternering ke pulau Bangklis, maka berakhir lah perlawanan rakyat simalungun untuk mempertahankan dan mencegah nafsu Kolonial Belanda. Sejak itulah bubarnya kepemimpinan raja Maroppat di wilayah simalungun.
Setalah itu pemerintah Belanda langsung menyusun pemerintahan di wilayah Simalungun dan memperlakukan Belsuit Gubernur General Hindia Belanda Stbl. No 531 tahun 1906 dengan susuna pemerintah Swapraja, terdiri dari tujuh wilayah Kerajaan yang disebut dengan “Raja Napitu”/ Raja yang Tujuh, yaitu :
1. Kerajaan Dolok di pematang Dolok Silau.
2. Kerajaan Raya di Pematang Raya.
3. Kerajaan Purba di pematang Purba.
4. Kerajaan Simalukuta di Nagasaribu.
5. Kerajaan Panei di pematang Panei.
6. Kerajaan Siantar di Pematang Siantar.
7. Kerajaan Tanah Jawa di Pematang tanah Jawa.
Keraan Siantar yang semula mempunyai Wilayah di seblah Barat berbatasan dengan pantai danau Toba/kampong Sipolha – Tambun Raya, memanjang ketimur sampai kedaerah Batubara atau pantai selat Malaka. sebalah utara berbatasan dengan keraan Panei. Dan sebelah selatan berbatasn dengan kerajaan Tanah Jawa.
Kerajaan Siantar Termasuk salah satu kerajaan tertua di daerah simalungun, ibukotanya Pematang siantar. Sebuatan pematang dalam simaluungun memiliki arti “Ibu Kota” dan terjemahan kedalam bahasa Indonesia ialah “temapt pusat pemerintahan”. Istialh pematang t dipakai sebagai nama kampung tempat tinggal para raja atau Tungkat. Sedangkan tempat tinggal pejabat bawahannya seperti Parbapon, partunon dan lain-lainnya tidak lagi menggunakan pematanng didepan nama kampungnya.
Pada masa pemerintahan raja Maroppat,perkembangan agama Islam didaerah pesisir Timur semakin meningkat. Masyarakat disana banyak berhubungan dengan pedagang/pelaut dari barat maupun pedagang dari Timur, seperti India, Persi, Spanyol, Cina, Jepang, dan Lain-lain. Keadaan ini dirasakan membawa angin baru bagi peningkatan kemajuan dan semakin untuk berdiri sendiri , lalu mendirin Kerajaan Melayu di daerah pantai Tiimur, seperti kerajaan Bogak, Lima Laras, simpang Dolok, dan Lainnya.
Pada tahun sekitar tahun 1860 kerajaan-kerajaan melayu mulai ditaklukkan oleh militer Pemerintah Belanda, lalu disaat itu menentukan batas-batas kearajaan melayu diseblah Barat/di pedusunan, dan itulah yang menjadi ba tas krajaan simalugun.
Menurut sejarah, pendiri kerajaan siantar bernama raja Namartuah Damanik memiliki nama julukan Puanglima Prmata Tunggal alias raja Manulang, alias Datu partiga-tiga Sihapunjung, anak dari nagur terakhir.
…..nama raja Namartuah /Bariaba menjadi raja Siantar pertama pada kerajaan siantar yang didirikannya. Raja Namartuah gelar Puang Lima Permata Manunggal Alias datu permata Manunggal atau datu pertiga-tiga Sihapunjang, menjadi raja siantar pertama mengawini janda alm. Raja Jumarlong. Dalam bahasa simalungun disebut Pagodangkon Puang Balon. Ibu janda membawa anak kelahiran raja Jumarlong, diberi nama Ali urung gelar Oppu Bariba, menjadi Harajoan memegang bendahara kerajaan Siantar….[4]
Namun julukan raja Namartuah damanik, mem[unyai unsure tuggal, ada hubungannya degnan keadaan fisik menurut pandangan masyarakat, sehingga menyebut beliau dengan “datuk nansakati”. Gelaran datu nan sakti erat hubugannya keyakinan masyarakat. Datu pada zaman itu bukanlah nama sembarangan. Datu mempunyai pengruh yang sangat kuat pada dan pada pejabat pemerintahan dihubungkan dengan kejiwaan atau kbatinan. Dianggap sakti adalah berdasarkan prilakunya yang aneh-aneh menurut pandangan masyarakat.
Munculnay gelaran tersebut kepada kepada beliau adalh disebabkan dua hal, yaitu:
a. Raja Namartuah adalah anak tunggal atau satu-satunya anak dari raja Nagur yang terakhir.
b. Raja Namartuah memilki keanehan fisik. Beliau memiliki satu-satunya mata yang disebut Permata Tunggal,[5]
Kemudian setelah raja Namartuah Damanik mangkat maka sebagai pemangku raja pada kerajaan Siantar secara turun temurun adalah:
Raja Namaringis Damanik/ raja ke II, raja Ramajim/raja ke III, raja Pagarujung /raja ke Iv, raja Na Longah/raja keV, raja Nai Rih/raja VI, raja Nai Horsik/ raja ke VII, raja Na Pittung/raja ke VIII, raja Namartuah/raja IX, raja Saduraja/ raja ke X, raja Namatuah/ raja keXI, raja saddurupa/ raja keXII, raja Namartuah alais raja Mapir/raja ke XIII, raja Sang Naualuh/raja ke XIV dan raja Riah Kadim/raja ke XV.[6]
B. Sang Naualuh Damanik Dinobatkan Menjadi Raja Siantar Ke XIV.
Menurut adat istiadat Simalungun di zaman dulu menggariskan bahawa dinobatkan u raja adalah anak/putra dari Puang Balon/Pemaisuri. Kemudian apabila Puang Balon tidak mempunyai anak laki-laki, maka putra dari puang Bona dapat dinobatkan menjadi raja, jika orangtuanya sudah mengangkat
Demikian juga halnya isteri raja yang dapat dinobatkan puang Balon, harusalah puteri dari kerajaan lain yang tertentu menurut adat, seperti untk kerajaan Siantar harus put dari tuan Silampu oyang atau dari tuan Sipoldas, kerajaan panei harus dari kerajaan Siantar atau dari Tuan Marihat. Untuk kerajaan Raya harus putri raja Panei atau dari tuan Bajalingge, dan seterusn ya untuk kerajaan lain yang sudah ada ketentuakn adat masing-masing.
Sang Naualuh Damanik adalah anak dari puang Bolon atau puteri dari tua Gading bernama Paertim Boru saragih. Sewaktu raja Namatuah Damanik atau orang tua Sang Naualuh Damanik mangkat pada tahun 1880, pejabat raja tidak langsung dipangku sang Naualuh, karena pada waktu itu beliau belum cukup dewasa. Maka untuk menjalankan roda pemerintahan diangkat raja Itam atau pakcik sang Naualuh, sebagai pemangku/pejabat selama kurang lebih delapan tahun.
Kemudian pada tahun 1880 Harajon Siantar/Dewan Mangku bumi menobatkan Sang Naualuh menjadi raja, sebagai raja ke XIV menurut upacara adat simalungun. Pada upacara penobatan Sang Naualuh Damanik menjadi raja, dilaksanakan penyembeliahan kerbau yang disebut dengan Horbau Rudangan yang diadakan oleh Tuan Sipoplha, lalu dibagikan kpeada rakayat sampai ke desa-desa. Hal ini adalah sebagai pertanda raja sudah diangkat/dinobatkan.
Semangat kerja atau kepemimpinan Sang Naualuh Damanik sebagai raja Siantar, merupakan kelanjutan semangat juang dari pada ayahnya yang dahulu turut menjadi anggota persatuan “emmpat Serangkali”, yaitu kerajaan Dolok sialu, kerajaan Panei, kerajaan Siantar, dan kerajaan tanjung Kasau atau kerajaan Melayu.
Mendengar dinobatkan Sang Naualuh Damanik sebagai raja Siantar , maka kontroler Belanda yang sudah menjajah daerah pantai dan berkedudukan di Batu Bara, merngirimkan pesan sebagai persahabatan pemerintah Belanda dengan raja Siantar yang baru itu dan juga mengharapkan agar Sang Naualuh Damanik memeluk agama Kristen bersama keluarga dan sahabat kariabnya. Namun demikian Sang Naualuh Damanik tidak menerima pesan yang disampaikan kepadanya, bahakan ssejak itulah namapak kepribadiannya sebagai putra bangasa yang merupakan warisan leluhur nenek moyangnya. Bahkan menurut beliau untuk ,memeluk suatu agama harus berdasarkan penelitian dan atas keyakinan sndiri, bukan karena pengaruh atau paksaan orang lain.
Sebagai menguatkan pernyataan persahabatan itu kemudian pemerintah Belanda menerbitka Besluit pengakuan raja Sang Naualuh Damanik sebagai raja Siantar secara juridis menurut hokum Belanda. Namun dengan kebijakan serta ketajaman nalar Sang Naualuh Damanik menyaddari akan takatik jahat pemerintah Belanda serta apa tujuan hakekat pernyataan yang disampaikan kepadanya, sehingga Besluit itu tidak menjadi apa-apa baginya, karena menurut beliau kedudukannya sebagai raja sah menurut hokum adat kerajaan Siantar, bukan karena adanya Besluit Belanda itu. Hal ini menggambarakan ketegasan Sang Naualuh Damanik terhadap upaya-upaya yang dilaksanakan oleh Kolonial Belanda. Apapun permintaan Belanda beliau tidaka pernah mau melakukannya dan apapun bemtuk campur tangan Belanda teta menolak dan tidak mau bekerja sama.
Sang Naualuh Damanik sebgai seorang raja dalam menjalankan pemerintahannya menganjurkan kepada petugas agama Islam dan pengembang agama Kristen, agar tidak memaksakan rakyat untuk memeluk suatu agama. Kepada rakyat diberi kebebasan untuk meneliti suatu agama, memilih dan menganut suatu agama yang diyakininya. Beliau membimbing rakyat dengan menanamkan ajaran yang benar, norma-norma yang baik penuh dengan kebijk sanaan, demi kemajuan dan kesejahteraan rakyat sekaligus menanamkan pencegahan perluasan Kolonial Belanda.
Sang Naualuh Damanik tetap gigih meneruskan pemerintahan untuk emlindungi haka azasi, budaya dan keyakinan rakyatnyaa, tidak pernah terpengaruh berbagi bentuk hasutan, ancaman yang disampaikan oleh Kolonial Belanda, baik melalui lisan maupun tulisan, sehingga pemerintah Belanda semakin marah dan geram, karena untuk menguasai rakyat selalu gagal akibat kepemimpinan raja Sang Naualuh Damanik yang laggi bijaksana itu.
Dengan kepribadian dan keyakian yang dimilki oleh Sang Naualuh Damanik, maka pada tahun 1901, dengan resmi beliau memeluk agama Islam bersama keluarga sekaligus menyadarkan dan mengajak pembesar-pembesar serta rakyatnya kepada agama Islam yang dianutnya.
Keislaman raja Sang Naualuh Damanik ini terasa membawa angin baru pengembangan agama Islam daerah Siantar/Simalungun. Guru-guru agam Isalam atau para da’I yang ada pada saat itu semakin terbuka kesempatan untuk melaksanakn tugas mengembangkan/menyebar luaskan ajaran agama Islam, bahkan setelah itulah masuknya Islam kedaerah Tanah Jawa.
Orang-orang yang telah memeluk agama Islam yang tinggal didaerah perbatasan yang dalam bahasa Simalungun disebut Jahe-jahe, sangat gembira mendengar ke Islaman raja Siantar ke XIV Sang Naualuh Damanik. Ke Islaman raja Sang Naualuh Damanik itu dibarengi dengan ketekunannya untuk mendalami ajaran Islam, belajar dari guru-guru/ustad yang ada, sehingga disamping tugas belia sebgaai raja juga sangat memperhatiakan pengembangan dan penyebaran agama Islam di simalungun, mengajak rakyatnya memluk agama islam bukan dengan kekerasan, akan tetapi berdasarkan siakp yang lemah lembut lagi bijaksana. Hal ini terbukti bahwa diantara keluarganya masih banyak yang memeluk agam Kristen.
Walaupun pemerintah pemerintah Belanda talah mengakui pernyataan Besluitnya, namun hal ini tidak merubah pendirian Sang Naualuh Damanik yang selalu memikirkan dan selalu mempertahnkan hak azasi serta adat rakyat di daerah, sehingga pemerintah Belanda menganggap raj Sang Naualuh Damanik sebagai raja yang keras kepala/kapping.
Sang Naualuh Damanik merasa geram melihat perembesan kepital capital perkebunan Belanda ke dalam daerah Simalungun tanpa menghiraukan hak-hak dan adat rakyat. Kontroleur Belanda di Batu Bara telah sesuka hatinya saja mengatur sesuatu, bakan kerajaan-kerajaan simalungun sudah kehilangan kemerdekaannya, sehingga perselisihan dan perlawanan raja-raja di simalungun dengan colonial belanda semakin tegang.
Telah banyak intruksi-intruksi kontroleur Belanda dari Batu Bara, tidak di indahkan oleh Sang Naualuh Damanik, demikian juga panggilan kepadanya agar mau daatang ke Batu Bara sama sekali tidak dipenuhi. Salah satu pembantu raja siantayang paling aktif menyampaikan pesan dan perintah-perintah kepada pejabat-pejabat Haro Joan di daerah tentang sikap Sang Naualuh Damanikterhadap intruksi-intruksi colonial Belanda yang hendak menghilangkan hak azasi dan adat rakyat di daerah.
Degan sikap Sang Naualuh Damanik yang tegas itu memebuat kontroleur Belanda di Batu Bara semakin marah. Sejak saat itu colonial Belanda mencari-cari kesalahn dan kelemahan Sang Naualuh Damanik untuk menyingkirkannya. Maka untuk menghindarkann, melenyapkan gambaran Sang Naualuh Damanik sebagai patriaot, mereka menitik beratkan permasalahan-permasalahan pada bidang Intrik-intrik dan memeras rakyat, atas dasar inilah ia nanti diberi hukuman.
Dengan mencari-cari kesalahan dan tuduahn terhadap raja siantar sebagai alas an untuk menjatuhkan dari tahta kerajaan, maka Residen Sumatera Timur Schap mengumpulkan kesalahan-kesalahan Sang Naualuh Damanik dan Menterinya Bah Bolak berdasarkan pengaduan dan laporan yang dibuat oleh kontroleur Batu Bara Karthus yang berisi sepuluh kejahatan bersifat penindasan raja siantar dengan pengetahuan Bah Bolak serta menteri-menteri lainnya.
Surat Residen Sumatera Timur No. 37775/4, tanggal 25 Agustus 1905 yang ditujuakn kepada Gubernur General Hindia Belanda menyatakn bahwa raja Sang Naualuh Damanik sudah di interogasinya sendiri. Mendukung usul Kontroleur Batu Bara bahwa raja Sang Naualuh Damanik tidak mungkin lagi dibiarkan lebih lama selaku raja siantar. Sesuai dengan bunyi RR Pasal 47 ayat 2 bahwa Gubernur General dengan surat perintah yang ditanda tangani nya sendiri, memerintahkan bahwa orang yang bersangkutan, selama menanti suatu kesempatan untuk mengusir dan sekaligus ditangkap dan sekaligus serta ditahan.[7]
Setelah itu terbitlah Besluit Gubernur General Hindia Belanda nomor 1 Tahun 1906 tanggal 24 April 1906, sekaligus perintah untuk menangkap raja Sang Naualuh Damanik oleh tentara Belanda. Beliau ditangkap sekembalinya dari kunjungan ke desa-desa terakhira dati kampung Tambun Nabolon bersama Bah Bolak Urat dan kemudian di bawa ke Batu Bara untuk diperiksa.
Selama pemeriksaan di Batu Bara, rombongan dari Siantar silih berganti untuk mengunjungi raja yang bijaksana itu, dengan keadan ini dan demi ketenangan pemeriksaan serta penjagaan, maka raja Sang Naualuh Damanik dipindahkan ke Medan, mengakibatkan kunjungan beliau sangat berkurang, bahkan hanya keluaraga dekat yang dating kesana.
Kemudian setelah beliau diperikasa, akhirnya diber hukuman internering, diasingkan kepulau Bengkalis beserta pembantu dan pejabat, dengan terbitnya Beluit Gubernur General Hindia Belanda yang kedua nomor 57 Tahun 1908 tanggal 22 Januari 1908.
Pada tahun 1914 Sang Naualuh Damanik sebagi raja yang tidak pernahh taka sebagi raja yang tidak pernahh takluk kepda pemerintah Belanda meniggal dunia dalam buuangan politik atau interning colonial Belanda di Bengkalis dan dikebumikan disana.
Berdasarkan ungkapan di atas maka dapat dipahami bahwa raja Sang Naualuh Damanik dalam hidupnya terutama sekali setelah dinobatkan menjadi raja tetap berupaya untuk mengangkat dan mempertahankan hak azasi seta adat rakyat. Beliau telah menyuguhkan perlawanan dengan segenap kemampuan untuk mempertahankan dan membela wilayah dari belenggu Kolonial Belanda demi menegakkan kepriabdian bangsa menurut kondisi pada zamannya. Akhirnya beliau rela meneriam penderitaan, bersedia mengorbankan diri, keluarga, harata, kemewahan, mengorbankan kedudukan dari tahta kerajaan, bahkan bersedia mati diinternign demi tegaknya kepribadian dan harga diri bangsa.
Dengan berhasilnya colonial Belanda mengasigkan atau membuang raja Siantar yang dihomati dipatuhi rakyat, maka pupuslah perlawanan rakayat simalungun untuk menetang penjajah colonial Belanda, sehingga pemerintah Belandapun semakin bebas atau leluasa menyusun kekuasaannya di wilayah Simalungun.
C. Kerajaan sesudah Sang Naualuh Damanik.
Setelah raja Siantar ke XIV Sang Naualuh Damanik bersama keluarga, pembantu serta pejabat kerajaan Siantar berhasil diasingkan/dibuang ke pulau Bengkalis, maka yang meneruskan kepemimpinan kerajaan adalah Tuan Riah Kadim damanik.
Tuan Riah Kadim Damanik adalh putera tertua raja Sang Naualuh Damanik dari isteri Pang Boru Purba, pada waktu pembuangan orangtuanya ke Bengkalis, beliau masih dibawah umur, maka ia sengaja di tinggal di Pematang Siantar dan oleh pemerintah Belanda menitipkannya pada sekolah Zending Kristen sekaligus dititp disana.
Untuk sementara menunggu Tuan Riah Kadim damanik.cuku dewasa, diangkat menjadi raja menggantikan ayahanndanya yang dihunjuk pemerintahh Belanda, yaitu Tuan Torialam Damanik/Tuan Marihat dan Tuan Riahata Damanik sebagai pemangku adat kerajaan Siantar, tahun 1906-1916.
Setelah Tuan Riah Kadim Damanik tamat dari pendidikannya, maka beliau diangkat menjadi raja siantar ke XV, dengan nama Tuan Riah Kadim Waldemar Damanik tahun 1916-1924.
Sebelum pengangkatan Tuan Riah Kadim Waldemar Damanik menjadi raja, colonial Belanda sudah menempuh berbagai upaya dalam rangka penguasaan wilayah Siamlungun. Hal ini barang tentu menjadi hamabatan bagi raja Riah Kadim waldemar Damanik untuk menerusakan perjuangan ayahnya.
Langakah awal dari usaha colonial Belanda dalam menguasai wilayha Simalungun adalah pembagian Wialaya, dengan berdasarkan Besaluit gubernur General Hindia Belanda stbl. No. 531/1906, maka Simalungun dibagi menjadi tujuh wilayah kerajaanyang disebut dengan raja Napitu, ibu negeri pematang siantar dengan nama Onderrafeling Van Simalungun. [8]
Kontroleur Belanda setelah berhaasil mengasingkan raja Sang Naualuh Damanik, ppindah dari Batu Bara kekota perdagangan. Kemudian pada tanggal 1 juli 1907 pindah kepaematang Siantar sebagai kontroleur Simalungun, menempati rumah Bolon kerajaan siantar sebagai kantor. Dibawah pemerintahan kontroleur Simalungun Tuan Riahata Damanik dan Tuan Torialam damnik memberiakn izain membuka perusahaan dia atas persil tanah yang disewa/erfpacht dan juga memberikan tanah-tanah konsensi untuk perkebunan pada maskapai-maskapai asing.[9]
Pada tahun 1910 pemerintah Belanda membentuk Badan Usaha dengan nama Negeri Fonds bekerja sama dengan Mangku Bumi kerajaan siantar, sebernanya pemerintah Belanda telah banyak bertindak sewenang-wenang tanpa memeperhatikan hak menurut hokum adat, maka raja Riah Kadim waldemar Damanik melindungi hak-hak rakyat atas tanah yang pernah diserahkan kepada penduduk sehingga penguasaan tanah-tanah oleh pemerintah Belanda dan perusaan-perusaan asing jadi terganggu.
Untuk menyingkirkan halangan atau hambatan-hambatan tersebut, mak pemerintah Belanda mencari kesalahan-kesalahan raja Siantar , akahirnay pada tahun 1924 raja Riah Kadim waldemar Damanik di jatuhkan dari tahta kerajaan siantar kamudian diganti dengan seorang Warnemen Tuan Sauadin Damanik/Tuan Bandar.
Dengan demikian terulang kembali tindak kekerasan dan kekjaman colonial Belanda kepada putra Mahkota yag diangkat sebagai pengganti ayanya raja Sang Naualuh damnik yang telah diasingkan itu.
Kemudian sejak tanggal 1 Januari 1939, sesuai dengan stbl.717 tanggal 30 Desember 1938 status kota Pematang siantar ditingkatkan menjadi Stads Gmente Pematang Siantar/kota Madya Pematang Siantar, dengan hak pengurus rumah tangganya sendiri. Sebagai seorang kepala pemerintahan ditetapakan seorang Burgemeester/Walikota Madya dan ia didampigi oleh sebuah dewan kota/Gemente Raad yang komposisi keanggotaannya terdiri dari lima orang Erofah atau ayng dipersamakan, tiga orang Indonesia /pribumi dan satu orang Timur asing yang kesemuanya berjumlah Sembilan orang. Kemudian yang menjadi ketua dewan tersebut ditetapkan Asisten Resident Van siamalungun En De Karolanden.
Jabatan walikotanya dirangkap oleh Asisten Resident Van Simalungun En De Karolanden. Keadaan seperti ini berlangugn sampai pendudukan pemerintah Militer Jepang.
Pada tahun 1942-1945 pada penduduk Jepang maka Stads Gmenete Pematang Siantar beruabah nama menjadi Sianar Shi/Kota Siantar, diamana Dewan kota langsung dihapuska dan pemerintah kota dipegang orang pejabaat Jepang yang bernama Bun Shicho.
Kemudian sesudah proklamasi kemerdekaan RI, pematang Siantar beruabah kembali menjadi daerah otonomi dan dewan kota dibentuk dengan anggota-anggotanya terdiri dari wakil-wakil partai yang ada dikota praja Pematang Siantar, pemerintah dijalnkan oleh Walikota, dewan pimpinan haria dan dewan kota, sedangkan jabtan walikota dirangkap oleh Bupatai Simalungun. tKeadaan seperti ini berlangsung sampai bulan Maret 1946. Kemuidan pada tahun 1947 pematang Siantar memiliki walikota sendiri.
Pada tahun 1948 dengan keluarnya Undang-undang nomor 22 tahun 1948, system pemrintah berubah dari Staads Gemente menjadi Kota besar Pematang Siantar dan Pematang Siantar ditetapkan menjadi ibukota Siamalungun. Sesuai dengan perkembangan zaman penduduk yang semakin pesat, maka Pematang Siantar dipisahakan dari kabupaten Simalungun menjadi daerah yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri, dengan berdasarkan Undang-undang No. 8 tahun 1956. [10]
Dengan keluarnya Undang-undang No 1. Tahun 1957, Pematang Siantar beruabah menjadi kota praja yang mempunayi Walikota sendiri dan dewan kota Sendiri. Keadaan ini berlangsung samapi keluarnya Undang-undang No. 18 tahun 1965 dan sebutan kota Praja Pematang siantar. Kemudian dengan berdasarkan Undang-undang No. 5tahun 1947 tentang pokok-pokok pemerintahan didaerah, maka kota Madya Pematang Siantar berubah menjadi Kotamadya daerah Tingkat II Pematang siantar sampai sekarang.
D. Persepsi masyarakat Terhadap Kepemimpinan Sang Naualuh Damanik.
Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, menurut hokum adat Simalungun bahawa pejabat setempat di bawah kekuasaan kerajaan masih terikat dalam hubungan famli yang berarti hubungan persaudaraan , masih tetap terpelihara.
Sang Naualuh Damanik dikenal sebagai raja yang tegas dan bijaksana dalam upaya membina dan memelihara kesatuan dan persatuan rakayat, memepertahankan hak azasi dan adat serta selalu berusa untuk menegakkan kepribadaian martabat bangsa.
Dengan berdasarkan sikap dan kebijaksanaan mengatasi situasi yang dijalankannya, maka sang raj dijuluki masyarakta degan naman Sang Naualuh. Yang mempunyai arti: Delapan ciri/sifat yang dimiliki, yaitu pengasih, pelayan, jujur, berani, bertanggung jawab, teguh pendidrian, saling menghormati dan membangun. Kedelapn sikap ini lah yang terlihat dalam diri Sang Naualuh Damanik sehairi-hari di dalam memimpin rakyatnya,
Pemeberian nama /julukan itu adalh sebagai kehormatan tertinggi dari masyarakat, karena beliau menurut penilaian mereka adalah benar-benar seoarng raja yang bijaksana, penuh kasih sayang dan berbakti membina serta memelihara ketertiban masyarakat yan dipimpinnya.
Berbagai upaya dalam membina, mempertahankan dan membangun wilayah telah dilaksanakan oleh raja Sang Naualuh Damanik, sehingga masyarakat pada waktu itu kembali merasakan apa yang sudah pernah dirasakan oleh masyarakat di zaman jayanya kerajaan Nagur dan raja Maroppat. Falsafah Habonaron Do Bona tetap membudaya di tengah-tengah masyarakat. Harungguan Bolon adalah sebagai dasar pengintensifan di bidang pemerintah.
Berdasarkan ungkapan perjuangan, sikap dan kebijaksanaan raja Sang Naualuh Damanik ini, menggambarakan bahwa persepsi atau perhatian masyarakat terhadap kepamimpinannya sangat besar. Hal ini terbukti dengan adanya berbagai segi, anatara lain:
1. Adanya dukungan serta partisipasi masyarakat dalam usaha mempertahankan wilayah dari penjajah colonial Belanda yang dirintis atau dikomandoinya,
2. Terciptalah kesetian semua kerajaan bersam rakyat terhdap kepemimpinan raja Sang Naualuh Damanik hingga hal inilah yang menjadi salah satu penyebab beliau ditahan, ditangkap, dan diperikasa oleh kontroleur Belanda di Batu Bara.
3. Timbulnya gejolak rakyat Siantar dan pengikut-pengikutnya terhadap penangkapan. Penahan raja Sang Naualuh Damanik di Batu Bara. Rombongan dari Siantar dari silih berganti mengunjungi beliau kesana sehingga colonial Belanda memindahkan penahannya ke Medan untuk memudahkan penjagaan dan pengamatannya.
4. Ditetapkannya hari lahir Sang Naualuh Damanik sebagai hari jadi Kota Pematang Siantar yang sampai sekarang ini tetap diperingati dengan cara yang sangat meriah.
Selain beberapa segi di atas, sesungghnya masih banyak lagi bentuk lain yang menggamabrkan betapa besarnya perhatian masyarakat terhadap kepemimpinan raja Sang Naualuh Damanik, baik upaya dalam peningkatan dibidang kesejahteraan, hak azasi dan adaat rakyat dan juga peningkatan dibidang keagamaan/pengembangan dakwah di daaerah siantar/simalungun, yang semuanya itu menjadi kenangan yag tidak bias dilupakan oleh masyarakat siantar/Siamalungun sampai sekarang.
BAB IV
PERANAN SANG NAUALUH DALAM PENGEMBANGAN
DAKWAH ISLAM DI SIMALUNGUN
A. Perjuangan Mempertahankan Hak Azasi dan pengembangan Agama Islam
1. Perjuangan Mempertahankan Hak Azasi Rakyat
Dalam upaya mempertahankan hak azasi dan adat rakyat, Raja Sang Naualuh Damanik telah melaksanakan terobosan-terobosan dalam pembinaan diberbagai bidang, antara lain:
a. Bidang Pemerintahan
Dalam bidang ini, susunan atau struktur pemerintah disesuaikan dengan fungsi dan pemerintahannya. Namun demikian, susunan tersebut masih tetap berpedoman kepada susunan/struktur pemerintahan kerajaan terdahulu.
Adapun susunan atau struktur pejabat pemerintahan/merangkap pimpinan adat pada Kerajaan Siantar, yaitu:
1. Raja/pimpinan di atas Tungkat
2. Tungkat, membawahi beberapa Parbapaon
3. Parbapaon, membawahi beberapa Pengulu-Pengulu
4. Pangulu, membawahi rakyat daerah.[11]
Raja mempunyai satu Dewan yang disebut Dewan “Harajaon”, bertugas untuk membantu Raja sehari-hari. Raja mempunyai pejabat bawahannya bersama Harajaon bermusyawarah merumuskan sistem pemerintah dan adat istiadat. Hasil musyawarah sebagai pendapat bersama yang baik dan benar, lalu dijadikan peraturan, sehingga pelaksanaannya adalah berlandaskan “Habonaron Do Bona”. Fungsi Harajaon ada empat macam, sehingga sistem pemerintahan disebut dengan “Siopat Suku”. Empat fungsinya, yaitu:
1. Bah Bolak.
2. Tuan Anggi.
3. Rumah Tongah.
4. Nagodang.
Demikian juga halnya pada kerajaan lain, yaitu dengan menggunakan sistem Siopat Suku, akan tetapi sebutan unsur-unsurnya kadang-kadang berlainan.
Kemudian Tungkat pada Kerajaan Siantar ada dua, yaitu:
a. Tungkat Sidamanik di Sidamanik, meliputi Tambun Rae, Manik Saribu/Sait Buntu sekitarnya.
b. Tungkat Bandar di Pematang Bandar, meliputi Bandar Pulau, Tanjung Kasau dan Batu Bara.
Sedangkan Parbapaon Kerajaan Siantar adalah:
1. Parbapaon Bangun.
2. Parbapaon Dolok Malela.
3. Parbapaon Jorlang Huluan.
4. Parbapaon Repa.
b. Bidang Adat Istiadat.
Dalam aspek kehidupan adat istiadat Suku Simalungun, susunan/struktur masyarakatnya berbentuk “Tolu Sahundulan Lima Saodoran” artinya: tiga kerabat untuk musyawarahdan lima kerbat untuk kerja.
Dengan susunan atau struktur masyarakat ini, maka terpatrilah suatu kerja sama dan gotong royong sebagai hal yng diutamakan Simalungun.
Adat Istiadat pokok bagi suku Simalungun ada tiga macam, yaitu adat perkawinan, memasuki rumah baru dan adat kemalangan. Namun demikian masih banyak lagi acara adat lain, akan tetapi merupakan kelanjutan dari pada tiga pokok tadi.
c. Kesejahteraan Rakyat.
Pada pemerintahan Raja Sang Naualuh Damanik, arus dagang hasil bumi semakin meningkat dan meluas, terutama sekali ke Pantai Timur seperti Perdagangan, Batu Bara, dan lain-lain. Pada saat itu sistem dagang adalah berbentuk “Barter” atau tukar menukar barang/handal dan natura.
Untuk memperlancar pengangkutan barang-barang dagangan, maka jalan setapak yang ada dari Pematang Siantar ke Perdagangan diperlebar hingga dapat dilalui oleh kereta seret tanpa roda yang ditarik oleh kerbau yang diberi nama oleh rakyat masa itu dengan kereta Gojos. Karena banyaknya barang dagangan di daerah Perdagangan yang datang dari berbagai penjuru, disamping banyak pula yang datang ke sana Tongkang/Perahu Jung milik pedagang Cina yang mereka sebut tempat itu dengan “Sampan Tau”. Artinya: tempat berdagang atau Perdagangan, sehingga namanya sampai sekarang ini menjadi “Perdagangan” dan menjadi ibu Kota Kecamatan Bandar.
Demikian juga pengangkutan garam serta keprluan masyarakat lainnya dari Batu Bara, dilakukan dengan kereta Jogos dan kuda beban.
Pada tahun 1900 Raja Siantar Sang Naualuh Damanik berkunjung ke daerah Bahal Gajah yang letaknya + 17 km sebelah Barat Pematang Siantar, yaitu sebagai kujungan kerja dan sekaligus untuk meresmikan tempat jual beli rakyat yang menjadi pekan “Tiga Bolon” atau Pekan Besar. Hal ini adalah sebagai realisasi dari pada meningkatnya pengahasilan rakyat, sehingga diperlukan sarana sebagai tempat jual beli di sana.
Di samping upaya peningkatan kesejahteraan tersebut di atas, Raja Sang Naualuh Damanik juga melaksanakan pembinaan masyarakat dengan langsung terjun kedesa-desa, dengan tujuan untuk meningkatkan rasa kesatuan dan persatuan, rasa kekeluargaan, tumbuhnya semangat gotong royongan serta rasa kebersamaan dikalangan masyarakat.
Perjuangan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat itu adalah dengan memberikan/menanamkan keyakinan sesuai dengan fakta peradaban dalam pengetahuan masyarakat Simalungun.
d. Kependudukan.
Pada masa pemerintahan Raja Sang Naualuh Damanik, pada umumnya terdiri dari suku Simalungun. Namun demikian, masih terdapat suku lain atau suku pendatang, terutama sekali setelah meningkat/meluasnya arus dagang dengan daerah lain yang sudah barang tentu membawa iklim baru terhadap keadaan penduduk.
Khususnya masyarakat pendatang di daerah ini tidak pernah ditolak, asalkan mereka tidak mengganggu ketertiban yang ada. Mereka diizinkan memakai adat kebudayaan daerah asalnya. Lahan tanah yang dipakainya adalah bersifat pinjam/bukan miliknya. Ia tidak berhak untuk menjual atau mewariskan kapada anaknya. Tetapi bagi pedagang yang bersedia menjadi warga daerah ini, mempunyai hak yang sama dengan penduduk asli dan biasanya mereka memakai salah satu dari marga yang empat. Kemudian berjanji akan mengikuti adat istiadat daerah ini. Lahan tanah yang dipakainya akan menjadi miliknya sendiri dan boleh dijual atau diwariskan kepada keturunannya.
2. Perjuangan dalam Pengembangan Agama Islam.
Pada awal kepemimpinan Raja Sang Naualuh Damanik dalam menjalankan pemerintahannya, beliau menganjurkan kepada petugas agama Islam dan pengembang agama Kristen agar tidak memaksa rakyat untuk memeluk sesuatu agama. Kepada rakyat diberi kebebasan untuk meneliti suatu ajaran agama, memilih dan penganut agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan. Tindakan tersebut sesuai dengan ajaran Islam, sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur’an pada surah Al-Baqarah ayat 256 yang berbunyi:
Kemudian setelah resmi memeluk agama Islam, beliau sangat tekun dan giat untuk mendalami ajarannya, lalu beliau mengajak rakyatnya memeluk agama Islam sebagai agama yang dianutnya, bukan dengan kekerasan atau paksaan, akan tetapi beliau mengajak mereka dengan sikap lemah lembut lagi bijaksana. Hal ini sesuai dengan Firman Allah dalam Al-Qur’an pada surah An Nahl ayat 125 yang berbunyi:
äí÷$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Dengan masuk Islamnya Raja Sang Naualuh Damanik berarti membuka peluang yang sangat besar bagi pengembangan/penyebar luasan ajaran Islam di daerah Siantar/Simalungun. Di Daerah yang berbatasan dengan Melayu mulai berkembang agama Islam, yaitu dengan melalui daerah Batu Bara, Tanjung Kasau, dan Negeri Bandar, sehingga pada saat itu Pemerintah Hindia Belanda dengan terang-terangan menghambat perkembangan atau penyiaran Islam di daerah Simalungun, karena penyaiaran agama Islam selalu membangkitkan semangat nasionalisme.
Asisiten Residen Simalungun dan Tanah Karo menurut laporannya tentang situasi di Simalungun, antara lain dinyatakan:
........De bevolking is nog bijna geheel heidensch doch in de aan de Maleische lande grenzende streken heeft de Islam reeds vasten voet gekregen en breidt zijn invloed langzaam maar uit....
Artinya: Penduduk hampir semua masih belum beragama, tetapi didekat negeri-negeri Melayu agama Islam sudah dapat tempat berpijak dan memperbesar pengaruhnya secara pelan tetapi dengan langkah yang pasti....[12]
Upaya penghambatan yang dilakukan oleh kolonial Belanda ini, mengundang perhatian serius bagi Raja Sang Naualuh Damanik, karena beliau sendiri sangat memperhatikan perkembangannya.
Pada tahun 1902, pada suatu malam Sang Naualuh menerima tamu tak diundang masuk istana, karena mereka merasa tersinggung, lalu beliau memerintahkan untuk menahan tamu tersebut di ruang belakang, menunggu hari esok untuk berurusan. Tamu itu adalah seorang Mission German untuk meminta izin penyebaran Injil di daerah Siantar/Simalungun. Permintaan tersebut ditolak ole Raja Sang Naualuh Damanik.
Dengan tindakan yang dilakukan oleh Raja Sang Naualuh Damanik itu, maka pemerintah Belanda merasa tersinggung dan dianggap sebagai suatu penghinaan terhadap bangsa kulit putih.
Karena pengembangan agama Islam Pada saat itu Termasuk yang sangat dibenci oleh colonial belanda, maka raja Sang Naualuh Damanik melaksanakan kegiatan agama Islam di “juma Bolak”/taman kerajaan sebgai temapat pengajian, Sunat Rasul, tempat pengsyahadatan, musyawarah serta hal-hal lain menyangkut dengan kegiatan Islam.
Dalamm pelaksanaan penyiaran agama Islam, raja Sang Naualuh Damanik bekerjasama denga guru-guru agama/da’I yag ada pada waktu itu, maka dalam kaitan ini beliau selalu menugaskan guru-guru agama, da’I ke kampung-kampung untuk menyampaikan ajaran Islam kepad rakyat.
Upaya yang dilakukan oleh raja Sang Naualuh Damanik bersama-sama guru-guru agama Islam itu dirasakan sangat berhasil, sehingga agama Islam semakin berkembang dan meluas di daerah siantar/Simalungun, termasuk daerah simalungun atas, seperti Raya, Panei, Purba, Dolok Silau, dan lain-lainnya. Disamping itu terlihat semakin meningkatnya kesetian semua harajoan dan rakyat terhadap kepemimpinannya yang mengekibatkan beliau dituduh oleh colonial Belanda memaksa rakyat agar memeluk agama Islam, sebagai salah satu dari 10 tuduhan ke jahatan yang bersifat pemerasan, pemaksaan serta penindasan kepada rakyat.
Walaupun tuduhan yang disampaikan kepadanya tidak terbukti atau tidak benar, maka menyusul pula ttuduhan mengenai penangkapan terhadap limahani dan kecurigaan tentang kasu sadiakin. Tuduhan mengenai kasua seorang batak yang bernama Limahani adalah:
Istri dari limahani memluk agama islam atas dasar kecerdasan sendiri. Tiba-tiba dalam salah satu upacara adat pesta perkawianan, ia memaksa istrinya untuk makan daging babi. Raja Sang Naualuh Damanik yang sudah memeluk Islam marah mendengar itu dan lalu menutupi Limahani dalam kurungan.[13]
Itulah salah satu tuduhan yang dilontarkan oleh colonial Belanda kepada raja Sang Naualuh Damanik. Sedangkan kasus Sadiakin adalah :
Istri dan anak-anaknya pda suatu hari dirampas silariakn oleh Topa. Sadiakin mengadu kepada raj siantar Sang Naualuh Damanik,. Raja menyruhnya untuk peindah kepematang siantar dan raja berjanji akan membantu pemulangan kembali anak da istrinya sadiakin. Tidak berapa lama ia berdiam di Siantar, tidak lama kemudian Istri dan ank-anak Sadiaki dapat ditemukan dan diseerahkan kepadanya. Atas teriamakasinya lantas ia memeluk agama Islam. Setelah beberapa lam ia meminta ijin untuk kembali ke Dolok Malela yang kemudian ia keluar dari agama Islam, sebab karena ia masuk Islam karena dipaksa oleh raja Sang Naualuh Damanik.[14]
Bagi colonial Belanda, tuduhan kejahatan yang dilontarkan kepada raja Sang Naualuh Damanik, yaitu memaksa masuk Islam adalh merupakn kejahatan atau kealahn yang paling fatal dan merupakan suatu kejahatan yang tidak bisa dibiarakn berlarut-larut, karena hal ini menimbulkan kekacauan. Dan denga tuduhan yang tidak beralasan atau tuduhan yang tidak terbukti, sereta dikuatkan/didukung oleh pernyataan kontrouler Belanda di Batu Bara bahwa Sang Naualuh Damanik sudah di introgasi nya sendiri dan sudah mengaku salah, akhirnya keluarlah consensus rresiden Sumatera Timur bahwa Sang Naualuh Damanik tidak mungkin lagi dipertahankan lebih lama selaku raja Siantar, sehingga tidak lam kemudian Ia ditangkap dan ditahan di Batu bara untuk diperiksa kebenarannya.
Walaupun raja Sang Naualuh Damanik sudah ditangkap dan ditahan, namun semangat juang dan keteguhan pendiriannya terhadap Islam tidak pudar, tidak goyah, dan tidak pula berkurang, bahkan sikap dan kepribadiaanya yang dibarengi oleh keteguahan imannya, maka semangat untuk mempertahankan hak Azasi serta kebebasan beragama itu tetap membara dalam hati sanubarinya. Hal in terbukti dengan jawaban tegas belaiu kemukan setelah tahannyan dipindahkan dari Batu bara ke Medan, yaitu jawaban atas tawaran dari colonial Belanda kepadanya yang disampaikan memalalui keluarga beliau yang datang daripematang siantar.
Jika Sang Naualuh Damanik mau masuk agama Kristen maka hukumnnya akan sangat ringan. Hala ini disampaiakn ole family yang datang ke Medan dan mendapt jawaba dari sanaa/jawaban Sang Naualuh Damanik bahwa ia lebih baik melepaskan tahata kerajaan dari pada murtad beragama/keluar dari islam.[15]
Mendengar dan mengetahui jawaban tegas Sang Naualuh Damanik itu, maka semakin banyak pula rakyat yang memeluk agam Isalm, sehingga guru-guru agama islam dan da’i-dai semakin sibuk, termasuk pangulu Pane yang berasal dari Mandailling dalam membina Umat Islam, sekaligus dalam rangka mengembangkan kegitana dakwah Islam.
Dengan melihat situasi dan keadaan tersebut di samping untuk membendung kegiatan penyiaran agam Islam di daerah simalungun, maka puhak Belanda mangadak pengusiran terhadap rang pendatang , terutam para da’I pengmebang ajran Islam.
Memperhatiakn kedaan dan tindakan koonial belanda itu, maka salah seorang guru agama Islam yang bernam usatad Manan mengambil kebijaksanaan ata jalan pintas, yaitu denga mengawini suku Simalungun boru Saragih, sehingga ia tergolong sebaga warga daerah dan terhindar dari pengusiran serta beliau tetap menjalnkan kegiatan dakwah Islam dikalangan asyarakat.
Berdasarkan Urain diatas, dpatlah digambarakan bahwa peranan raja Sang Naualuh Damanik dalam pengembangan kegiatan dakwah di daerah siantar/simalungun sangat besar dan menentukan , bahkan dengan upaya penyebar luasan agama Islam itulah yang menjadi salah satu penyebab beliau semakin dibenci oleh colonial belanda, yang akhirnya belaiu meneriam penderitaan dalam tahanan serta diinterning sampai, beliau meninggal dunia.
B. system pelaksanaan dakawah di Masa raja Sang Naualuh Damanik.
Sebagaiman dikemukan pada uraian terdahulu bahwa terwujudnya kebebasan pelaksanaan dakwah atau penyampain ajaran Islam kepda maasyarakat di daerah simalungun dalah setelah raja s Sang Naualuh Damanik dengan resmi memeluk agama Islam, dan sejak itulh para da’I dan guru-guru mendapt perlindungan didalam melaksanakan tugasnya.
System epemyampain ajaran Islam kepada masyarakt pada saat itu masih sangat mendasar . hal ini dipengeruhi oleh situasi dan kondisi masyarakat saat itu, bahkandapat diaktakan bahw penyampain dakwah belum memakai pola atau system seperti adanya sekarang ini karena disamping terbatsnya pengetahuan masyarakat tentang agama, karena masih banyak diantara masyarakt yang belum memeluk agama.
Adapun bentuk ajakan yang diterapkan oleh para da’i/guru-guru agama, lebih ditik bertka kepada penyampaian ajakan kepda perorangan, keluaraga. Bentuk seperti ini disamping sifatnya lebih jelas/langsung tatap muka, juga dimaksudkan untuk menjaga keamana, baik para da’I maupu yng menerima ajakan tersebut hal ini sejala dengan firma Allah dalam Al-Quran pada sura Asy Syu’araa ayat 214 yang berbunyi sebgai berikut.
Artinya: dan berilah peringatan kepada kerabt-kerabtmu yang terdekat”.[16]
Kemudian selain bentuk atau system penyampain dakawah diatas, para da’I/guru agama maupun raja Sang Naualuh Damanik, juga menerapak system penyampaian uswatun hasanah atau karya nyata, baikk dalam bidang pelaksanaan ajran agama maupun dibidang social kemasyarakatan. Hal ini sejalan dengan metode dakwah yang diterapakan oleh rasulullah Saw disaat beliau menyampaikan ajakannya kepada umat manusia. Dlam al-Quran pada surah Al-ahzab ayat 21 dijalaskan:
Artinya: sesungguhnya teah ada pada diri rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, yatu bagi orang-orang yang menghrapakan rajmat Allah dan kedatangan hari Qiamat ddan dia banayk menyebut nama Allah.
Berdasarkan ayat diatas, maka dapat diamabil suatu pemahaman bahw penampilan seseorang da’I memegang peranan penting dalam mewujudkan keberhasilan dakwah, karena da’I merupakan contaoh pola anutan bagi masyarakt, baik yang menyangkut dengan perkataan, sikap/perbutan.
Gabriel Tarde mengungkapakan hal ini dalam penjelasannya sebagai berikut:
… malahan tidak hanay berbahan saja merupakn alat komunikas yang terpenting, melainkan juga cra-cara lain untuk menyatakan dirinya dipelajari melalui proses imitasi pula. Misalnya tingkah laku tertentu , cara member hormat, cara menyatakan terima kasih, cara menytakan kegirangan orang apabila bertemu denga seorang kawan lama tidak berjumpa, cara member isyarat tanpa bahasa da lain-lain cara ekspresi itu kita pelajari pada mulanya secara mengimitasi, juga cara berpakaian, gejala mode mudah menjalar dipelajro dengan jalan mengimatasi.[17]
Dengan system atau metode yang diterpakan oleh da’i/guru-guru agama dimasa kepemimpina raja Sang Naualuh Damanik, pada hakekatnya sangat relevan apabila dikaitkan dengan situasi da kondisi yang ada pada saat itu, sehingga kehadiran Islam mudah diterima dan sekaligus mereka jadikan sebagai pedoaman, pegangan dalam kehidupan, dengan kata lain mereka meneria Islam itu sebgai agamanya.
Kemudian suatu hal yang dapat menarik perhatian bagi masyarakt adalah dengan terlaksanaya kegiatan pembinaan dalam, sehingga mereka yagg sudah memluk merasa diperhatikan, dibina secara berkesinambungan dalam rangka memperdalam ilmu agamanya, dan dengan sendirinya mereka merasa diikat oleh sesuatu ajaran benar dalam semua segi kegitan.
C. Faktor-faktor Keberhasilan Raja Sang Naualuh Damanik Dibidang Pemerintahan dan Pengemabangan Dakwah Islam.
Sebagaimana telah dimaklumi bahwa setiap kegitan dalam upaya mencapai keberhasilannya, sudah barang tentu tidak luput dari adanya factor pendukung, baik yang datangnya dari luar mauupundari dalam..
Sang Naualuh Damanik dalam menjalankan tugasnyaa sebagai raja Siantar, telah berhasil gemilang dalam membina rakyat Sianata/Simalungun, mampu bertahan dan berhasil menghantarkan rakyat kepada suatu kehidupan menuju martabat yang lebih tertinggi.
Keberhasilan raja Sang Naualuh Damanik itu pada garis besarnya meliputi dua pokok , yaitu keberhasilan dibidang pemerintahan dan keberhasilann dibidang pengemabangan dakwah atau penyebar luasan ajaran Isalam.
Dibidang Pemerintahan, beliau telah berahasil menciptakan rasa kesatuan dan persatuan, ras perrsaudaraan dan rasa kekeluargaan dikalangan masyarakt, mamapu mem[ertahankan hak azasi dan adat rakyat dari gengapan koolonial belanda. Beliau telah berhasilmelakasanakn upaya berdasarkan kemampuan yang dimilki pada saat itu utnuk mempertahankan maratabat bangsa sekaligus membebaskannya dari belenggu penjajah belandasamapai belaiu meneriama penderiataan dalam tahan yang akhirnya dibuang atau diinternign kepulau Bangkalis dan tidak kemabali lagi sampai baliau meninggal dunia dan dimakamkakn disana.
Kemudian diiabidang pengembangan kegiatan dakawah atau penyear luasan ajaran Islam didaerah Siantar/Simalungun yang langsung dikomandoinya itu adalah merupakan keberhasilan yang sangat besar. Beliau sebagai raja langsung turut bersam para da’I/guru agama mengajak masyarakat utnuk memeluk agama Islam tanpa kekerasan dan tanpa ada unsure paksaan, sehingga dengan upaya meneriam dan memeluk agama islam di daerah Siantar/simalungun.
1. Factor-faktor yang mendukung dalam system pemerintahan.
Adapun factor yang mendukung keberhasilan raja Sang Naualuh Damanik dalam menjalankan roda pemerintahan , sebga berikut.:
a. Dalam diri raja Sang Naualuh Damanik terdapt sifat dan kepribadian yang terpuji, yaitu memilki sifat yang jujur , berani, bertangung jawab, teguh pendirian, pengasih pelayan masyarakat yang baik, menghormatai dan membangun. Sifat tersebut adalah juluka yang diberika oleh masyarakt atas kepribadianya yang terpattri dalam pemberian dari nama kecilnya “Naualuh Damanik” menjadi “Sang Naualuh Damanik”.
Dengan sikap dan kepribadian yang dimiliki oleh raja Sang Naualuh Damanikitu, jelas bahawa beliau tidak memilki otoriter dalam menjalankan kepemimpinanya sebgai raja. Leh karenanya segala tugas atau program yang dicanangkannya selalu mendapat dukungan dari masyarakat. Ketegasan dan keteguhan pendiriannya jeas bahwa waran baru bagi semua rakyat utnuk tetap bersatu dan bekerja sama dalam menegakkan kebenaran, keadilan, kemakmuran dan kemerdekaan bangsa.
Raja Sang Naualuh Damanikyang tidak pernah takluk kepada colonial Belanda, di saat menjelang akhir hayatnya pernah berpesan dari tempat pengasingan di bengkalis kepada rakyat simalungun agar tetap bersatu, berjuang untuk membebaskan daerah dari penjajah. Bunyi pesan belaiu dengan berbahasa dan bertuliskan aksara simalungun yang artinya: “hai orang tua kami/pemimpin rakyat di daerah, bersatau di dunia selaml hidup dan saya sekarang berada diperantauan dalam buangan/tahun 1913”[18]
Pesan yang disampaikan leh raja Sang Naualuh Damanik kepada pemimpin-pemimpin di daerah simalungun pada hakikatnya adalah sebagai penggugah dan pembangkit semangat agar tertap berupaya /berjuang untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Maka dalam kaitan ini bagi masyarakat simalungun diwujudjkan bentuk kata-kata yang teratur sedemikian rupa dan dijadiakan bentuk kata-kata yang teratur sedemikan rupa dan dijadikan sebagai dasar dalam menegakkan kebenran serta mengatur kehidupan, yang disebut dengan “Turi-turian”.
b. Kemampaun manajeman yang dimiliki oleh raja Sang Naualuh Damanik dalam memimpin rakyat.
Kemampuan manajemen raja Sang Naualuh Damanik dalam mengerakkan potensi masyarakt untuk membangun sangat menonjol . hal ini terlihat dala bernagai terobosan yang dilaksanaknnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik menyangku dengan sosia ekonomi, buday maupun dalam kehidupan beragama. Misalnya dibidang ekonomi, beliau telah mengupayakan peningkatan penghaslan rakyat dengan memperluas hubungan dagang, membangun jaln untuk memperlancar penyaluran/penjualn hasil bumi dari berbagai daerah seerta membangun tempat –tempat jual beli, sehingga rakyat yang berada di pedalaman sudah terbantu dalam penyaluran hasil usahanya. Dalam bidang adat, raja Sang Naualuh Damanik selalu membimbing rakyat agar norma kehidupan tetap bermuara kepada falsafah adat simalungun “Habonaron Do Bona” sebagaiman yang telah membudaya pada masa kerajaan sebelumnya.
c. Trciptanya kesetian semua harajaon dan rakyat daerah Simalungun terhadap kepemimpinan raja Sang Naualuh Damanik, sehingga senua gagasan, program yang dicanangkan senantiasa mendapat dukungan dari semua pihak.
d. Perjuangan dan pengorbanan uag disumbangkan raja Sang Naualuh Damanik adalah perjuangan dan pengorbanan yag tulus dan ikhlas, yaitu hanya berjuang semata-mata untuk kepentingn rakyat, daerah bangsa dan Negara, tanpa mengharapakn imbalan suatu apapun.
2. Factor-faktor yang mendukung kebrhaslan dalam pengembangan dakwah Islam
Adapunfaktor-faktor yang mendukung keberhasilan raja Sang Naualuh Damanik dalam upaya pengembangan dakwah Islam atau penyebar luasan ajaran Islam di daerah Siantar/simalungun adalah sebagai berikut.
a. Kketekunan dan kesungguhan raja Sang Naualuh Damanik untuk mendalami ajaran Islam dari guru-guru agama/ustad yang ada pada saat itu, dan juga kegigihan serta ketabahan belia dalam menyampaikan ajaran Islam bersama-sama da’I kepada rakyat untuk mengajak mereka memeluk agama Islam.
b. Tercitannya kesatuan dan keterpaduan dalam pelaksanaan tugas anatara guru-guru agama/da’I denga raja Sang Naualuh Damanikselaku raja yang sangat dihormati, seperti dalam kunjungan raja Sang Naualuh Damanik ke desa-desa, selalu mengikutkan para da’i/guru agama, sehingga penyampain ajaran Islam kepada masyarakat lebih mendapat perhatian dan lebih diterima oleh masyarakat.
c. terlaksananya pembinaan kedalam, terutama bagi mereka yang baru memeluk agama Islam, disamping tersedianya temapt untuk itu, sehingga mereka merasa benar-benar diperhatikan , dihormati dan merasa di perlakukan sebagaimana haknya masyarakat Islam lain, tanpa memandang suku dan golongan, seperti taman kerajaan disumbangkan oleh raja Sang Naualuh damanik untuk tempat kegiatan umat Islam. Hal ini sudah barang tertentu mengundang perhatian orang lain untuk menerima dan memasuki agama Islam.
d. keadaan penduduk pada saat itu masih banyak yang belum memeluk agama, sehingga penamaan ajaran Islam Itu lebih mudah merasap dan diterima tanpa pertimbangan atau membandingkannya dengan ajaran agama lain, apalagi pada saat itu masih banyak diantara penduduk yang masih menyembah roh-roh nenek moyang mereka. Disamping itu ajaran Islam yang bersifat universal akan lebih menyentuh semua aspek kehidupan.
e. kedudukan raja Sang Naualuh Damani sebagai raja dan beliau terjun langsung kepada masyarakat untuk menyampaikan ajaran serta himbauan supaya memeluk agama Islam. Raja Sang Naualuh damanik sebagai pemegang pengaruh yang sangat besar dikalangan mesyarakat, sehingga ajaran yang disampaikannya itu lebih diperhatikan da lebih diterima oleh rakyatnya.
D. Hambatan-hambatan yang dihadappi Sang Naualuh.
Setiap usaha untuk mencapai keberhasilan sudah barang tentu tidak akan luput dari berbagai hambatan atau kendala. Namun kadang kala hambatan itu ada yang bersifat besar dan kadang kala bersifat kecil atau dianggap tidak berarti.
Dalam sejarah perjuangan raja Sang Naualuh damanik untuk menegakkan kebenaran , keadilan dan kemakmuran rakyat bukanlah berlangsung mulus, akan, tetapi berbagai hambatan atau kendala muncul menghadangnya, apalagi bentuk yang diperjuangkan itu menyangkut kehidupan rakyat, bangsa dan agama, namun demikian, dalam berbagai segi, masih dapat di tanggulangi walaaupun tidak tuntas keselurusan sebagaiman yang diharapkannya . diantara sekian banyak hambatan yang dihadapi beliau , akan penuli kemukakan berikut ini antara lain:
1. Hambatan dibidang pemerintahan
Adapun hambatan atau kendala yang dirasakan mempengaruhi kelancaran misi pemerintahan yang diemmbannya, antara lain:
a. Belum terwujudnya sikap dan pendirian yang sama diantara raja-raja seta pejabat harajaon di daerah simalungun, seperti ketegasan, keberanian, ke jujuran dan lain-lain sebagainya. Kemudian belum terjalinnya rasa kesatuan dan persatuan diantara mereka, mengakibatkan berhasilnya pemerintahan belanda menjalankan politik “DEvide Et Impera” atau politik pecah belah, yag akhirnya terjadi curiga mencurigai antara penguasa setempat dengan raja yang pada gilirannya terjadi pergolakan, pertempuran sesame kerajaa, tidak lagi ditujukan untuk menghadapi colonial Belanda yang mengakibatkan kurang/lemahnya kekuatan.
b. Belum terciptnaya peraturan atau undang-undang dasar yang dapat mengatur segala aspek kehidupan baik dibidang pemerintahan maupun kehidupan rakyat, seperti adanya undang-undang dasar Negara Repoblik Indonesia sekarang ini, sehingga pelaksanaan-kebijaksanaan pada saat itu tidak didukung oleh undang-undang yang menyebabkan pada ketika itu peraturan pemerintahan lebih cenderung kepada hokum adat.
c. Kemampuan sarana dan peralatan yang dibutuhkan masih sangat terbatas, sehingga semangat dan tekad untuk mempertahankan dan membebaskan wilayah dari maksud jahat kolonialisme Belanda dirasakan sangat kurang. Disamping itu pola fikir rakyat masih belum berkembang, apalagi saat itu dihadapkan kepada keadaan yang kacau dengan banyaknya intimidasi atau tekanan-tekanan dari colonial Belanda.
d. Semakin leluasanya pemerintahan Belanda untuk mengatur pemerintahan kerajaan di Simalungun, terutama setelah mendapat peluang dari kerajaan lain, mengakibatkan raja sang Naualuh Damanik yang tegas dan berani itu berhasil dilumpuhkan, diturunkan dari tahta kerajaan , ditahan dan dibuang kebangkalis. Tindakan penangkapan, penahanan dan pengasingan dari colonial Belanda itu juga dikenakan kepada keluarga istana, para istri anak, pembantu dan materi-materinya pejabat kerajaan siantar, mengakibatkan berhirnya perlawanan rakyat Simalungun untuk mempertahankan dan mencegah nafsu colonial belanda.
2. Hambatan dibidang pembangunan dakwah Islam.
Adapun hambatan-hambatan yang dihadapi oleh raja Sang Naualuh Damanik bersama para da’I/ guru-guru agama dalam rangka pengembangan kegiatan dakwa didarah Siantar/Simalungun sebagai berikut:
a. Masih sangat kurangnya tenaga, saran dakeah pada masa itu, sehingga terlihat dalam pelaksanaan kegiatannya masih sangat terbatas, apalagi bila dilaksanakan dengn bentuk pengelompokan atau pembagian tuugas, maka sudah barang tentu tidak memungkinkan, karena da’I/guru agama masih sangat terbatas jumlahnya. Hal ini disebabkan situasi dan kondisi awal masuk dan berkembangnya agam Islam pada waktu itu. Demikian juga dibidang sarana, maka dapat dikatakan bahwa pada saat itu belum mempunyai sarana yang diharapkan dapat mendukung kelancaran pelaksanaan dakwah tiiu sendiri.
b. Muculnya tekanan-tekanan dari colonial belanda terhdap kegiatan pengembangan atau kegiatan penyebar luasan ajaran islam dialngan masyarakt.
“pemerintahan hindia Belanda telah dengan terang-terangan pula Disimalungun dan ditanah batak umumnya tidak mendukung perkembangan operasi Zending Islam/Zending ini selalu membangkitkan semangat nasionalisme.[19]
Tindakan colonial Belanda ini mengkibatkan semakin terbatasnya kebebasan dalam penyebar luasan ajaran Islam ditengah-tengah masyarakat. Disisi lain, dengan penyebar luasan ajaran Islam itu merupak dasar mereka mengadakan tuduhan kepada raja Sang Naualuh Damanik besrta pengembangan agama Islam lainnya, melakksanakan penindasan, pemaksaan untuk memasuki agama Islam yang akhirnya menjadi alas an yang kuat bagi mereka utnuk menurunkan Sang Naualuh Damanik dari tahta kerajaan.
c. Berlakunya atindakan pengakapan, penahanan dan pengasingan terhadap raj Sang Naualuh Damanik sebagai komando pengembang kegitan dakwah di simalungun. Selain itu terjadinya pengusiran-pengusiran terhadap orang-orang pendatang atau yang bukan asli suku simalungun oleh pihak Belanda terutam sekali bagi mereka yangtergolong sebgai pengembangan agama Islam.
d. Singkatnya masa kepemimpinan raja Sang Naualuh Damanik dalam rangka pengembangan kegiatan dakwah, yaitu mulai tehitung dari keislamanya sampai diberlakukannya tindakan penangkapan/penahanan yang menyebabkan banya kegitan yang tidak dapat dilanjutkan oleh para da’I, karena situasi dan keadaan yajg semakin kacau.
Dengan berdasarkan ungkapan di atas, maka tergambarlah betapa banyak dan besarnya hambatan atau kendala yang dihadapi oleh raja Sang Naualuh Damanik beserta para da’I /pengembangan agama Islam di daerah Simalungun. Dan hambatan yang muncul itu harus mengorbankan kedudukan sebagai raja. Sesuai dengan ucapan tegas beliau di saat menjalni tahanan dimedan.
Demikian besaranya perjuangan dan pengorbanan raja Sang Naualuh Damanik dalam menegakkan dan mengembangkan kegiatan dakwah Islam di daerah Siantar/Simalungun dan juga pengorbanan, perjuangan beliau untuk mempertahankan serta membebaskan wilayah dari belenggu kolonialisme Belanda, demi tegakknya kepribadian bangsa menerut kemampuan dan kondisi pada zamannya.
[1] Jahutar Damanik, Sejarah Perjuangan Kebangkitan bangsa Indonesia, Medio, Medan, 1981. Hal 55.
[2] Ibid, hal 48
[3] Ibid, hal. 64
[4] Ibid, hal 10
[5] Letkol.Purn. MD. Purba, Lintasan Sejarah Kebudayaan Simalungun, Medan , 1986, hal 42.
[6] Jabutar damanik, opcit, hal. 36
[7] Letkol purn. MD. Purba, opcit, hal. 21
[8] Letkol. Purn. MD. Purba. Opcit. Ahl. 38
[9] Jahutar Damanik. Opcit, hal. 58
[10] Pemerintah Dati II Pematang Siantar, risalah penetapan hari jadi Kota Pematang Siantar, 1989. Hal 17
[11] Letkol MD. Purba, Menngenal Sang Naualuh Damanik Sebagai Pejuang, Medan, 1980, hal. 14.
[12] Letkol. MD. Purba, Mengenal Sang Naualuh Damanik Sebagai Pejuang, Medan, 1980, h. 16.
[13] Ibid, hal 23.
[14] Ibid, hal .24
[15] Ibid, hal 26.
[16] Departeman Agama Ri, Opcit, Hal. 589
[17] Dr. Dipl. WA. Gerungan, Psikologi Sosial, PT >Eres Co-Bandung, 1980.62-63.
[18] MD. Purba, Op-Cit, hal. 31
[19] Ibid, hal. 22